cerpen cinta : Selamat Menikah Sayang

Posted
Selamat Menikah Sayang

Cerpen Karangan: M. Ubayyu Rikza
Hasil gambar untuk selamat menikah sayang tinggal kan aku galau

Senja itu, tiba-tiba kau datang dengan siluetmu, kau rebahkan lelahmu di sampingku. Pelukmu tiba-tiba terasa jauh lebih dalam, jauh lebih hangat. Aku coba menatapmu, tapi hanya rambut pirangmu yang nampak, paras cantikmu kau simpan di dadaku. Duniaku seketika berhenti, atau aku memang tak pernah sadar jika dunia selalu berotasi. Padahal ia selalu mengubah terang menjadi gelap, merubah arah, bahkan waktu pun ia permainkan. Pelukmu menjelaskan semuanya. Tapi diammu masih tak terjelaskan. Aneh, tak seperti kemarin, bulan lalu, dan dua tahun lalu.
Perlahan kau lepas dekapanmu, seperti biasa kau menatapku dan menghadiahi sepucuk senyum manis yang berhiaskan behel lucumu. Aku menatapmu dalam, mencoba bertanya dengan bahasa mata. Kau pun membalas dengan sorot mata layu, tulus, dan lagi lagi tak ku mengerti. Kembali kita tenggelam dalam sebuah lautan ingatan. Tapi rasaku berbisik, ada beban berat yang menopang hitam matamu, ada ketulusan di putih matamu. Aku membalas senyummu, meskipun terlambat.
Masih tak ada kata yang ke luar, mungkin paru-parumu terlalu sesak memendam semua, hingga pita suaramu hilang. Telan napasmu dan bicaralah. Sebelum diam menyudutkanku ke dunia ketakutan. Tapi kau memilih menatap langit-langit. Dan tetap diam. Kau tutup hitam putih matamu, kadang kau buka dan sekejap melirik ke arahku. Aku menirumu, menatap langit-langit dan mencari jawaban dari itu. Dalam keheningan diam, samar-samar terdengar decak lidah, napas panjang, hingga lembut isak tangismu. Sontak aku menoleh ke arahmu. Tapi yang terlihat kau coba memaksakan sebuah senyum dari bibir tipismu, namun matamu tak bisa dipaksa. Air mata perlahan menetes membasahi pipimu.
Seketika tanganku menari di pipimu, meresapkan air matamu ke dalam pori-poriku. Berharap air matamu kering dan tak pernah ada lagi tangis. Aku terus mencoba menghapus manik-manik luka itu. Meskipun air mata hanyalah jasad, bukan jiwa. Tapi bagiku air matamu adalah darah, yang sewajarnya terjaga. Napasmu tersendak-sendak, kembali kau mendekapku. Dan ku belai gemulai rambutmu, kemudian ku kecup lembut keningmu. Lentik jari-jarimu menyusup di antara sela-sela jariku, kau genggam erat, semakin hangat. Kau pun masih memelukku erat, dan semakin berat. Aku masih terlalu naif untuk membaca drama ini.
Cukup. Aku tak tahan dengan nada diammu, tak henti aku mengartikan tingkah anehmu, pelukmu, genggaman tanganmu yang beda. Ya, yang benar-benar beda dari biasanya. Seperti kau memperlihatkan pertunjukanmu yang terakhir dan yang terbaik sebagai penutup yang tak akan dilupakan. Cukup sayang, aku sudah tak kuat membendung rasa pesimistis dan negatifitas yang datang dengan kadar tinggi! Tapi aku pun hanya bisa membungkus kalimatku dalam diam. Seakan kau tahu suara diamku, hingga angin membawa suaramu yang amat sangat pelan, bahkan seperti berbisik.
“Aku tak mau banyak bicara, semuanya pernah kita hadapi, pernah kita lawan. Setiap hari, bahkan sampai saat ini. Tak perlu aku menjelaskan tentang apa, dan mengapa. Aku yakin, kamu pun tahu. Biarkan sekarang aku memelukmu semauku, sesukaku sayang. Biarkan aku menikmati alunan detak jantungmu, lembut napasmu, dan wangi khas tubuhmu. Sebelum hari itu tiba. Ya, sebelum hari perkawinanku tiba, karena sejak saat itu aku tak akan pernah bisa memelukmu -lagi. Dan biarkan pelukan dan air mata ini menjelaskan semuanya..” gumamnya dengan suara tercekik putus asa. Aku mematung. Benar-benar tak bisa bergerak, seakan indraku dibekukan kalimatmu.
Aku tak mampu lagi menatapmu, apalagi menghapus air matamu. Selang beberapa waktu, tiba-tiba kau duduk berduka dan memandangku. Sambil kau usap air matamu, kau berucap, “Seandainya dulu kau tak pernah meninggalkanku demi wanita lain yang tak pasti, mungkin semua ini tak akan terjadi. Ini bukan penyesalanmu saja, tapi penyesalan kita!” sebelum ku potong kalimatmu, kau segera menyela, “tapi cintaku selalu memaafkanmu, entah itu dulu atau mungkin waktu yang akan datang. Saat ini aku hanya masa lalu. Bukan masa depanmu.” tangismu datang lagi. Kau bangkit dari dukamu, dan perlahan pergi meninggalkan duniaku. Aku masih diam dan tersungkur menyesal.
Dalam hatiku berbisik lirih, “Selamat menikah sayang.”
Cerpen Karangan: M. Ubayyu Rikza
Share on Google+

You Might Also Like

Comment Now

0 comments